Halaman

PENELUSURAN

Jumat, 14 Oktober 2011

MENGENAL LEBIH JAUH KYAI MANGUNARSO PENDIRI DESA BALEREJO ( 4 )

III. Fungsi dan Makna Simbolis Bale Griyo Balerejo.

Kyai Mangunarso telah meninggalkan beberapa benda, yaitu sebuah rumah berbentuk joglo yang dikenal sebagai “ Bale Griyo Balerejo “, sebuah “ masjid makam “, sebuah langgar, sawah dan lain sebagainya.

Rumah berbentuk joglo bagi orang Jawa adalah rumah untuk golongan bangsawan dan kemudian ditiru oleh orang-orang kaya yang tidak mau kalah dengan para bangsawan. Alasan sebenarnya mengapa hanya bangsawan dahulu yang mampu mendirikan rumah joglo karena rumah ini membutuhkan sangat banyak bahan, jadi biayanya sangat mahal.

Uraian tentang rumah-rumah tradisonal Jawa, khususnya rumah joglo, terdapat dalam “ Serat Chentini “, kitab “ Kawruh Kalang “, dan primbon. Namun uraian pada ketiga kitab tersebut lebih banyak bersifat teknis, ukuran-ukuran, jenis-jenis kayu atau bahan yang baik untuk dipergunakan dan sebagainya. Terdapat jenis-jenis rumah joglo, menurut uraian Ismunandar terdapat 12 macam, namun “ Bale Griyo Balerejo “ masuk macam yang mana perlu penelitian lebih jauh.

Deskripsi “ Bale Griyo Balerejo “ telah dilakukan di dalam buku karangan Bapak Moh. Kamil, tetapi penamaannya yang sedikit berbeda. Susunan ruangan biasanya dibagi menjadi 3 ruangan yaitu : pendapa, pringgitan ( dalam buku Bapak Moh. Kamil disebut ‘ Kampung ‘ ), dalem atau rumah jero sebagai ruang keluarga. Dalam ruang ini terdapat 3 buah sentong ( kamar ), yaitu Sentong Kiwa, Sentong Tengah dan Sentong Tengen ( dalam buku Bapak Moh. Kamil, kamar tidak disebut sentong tetapi gedong ). Tatanan ruang lainnya tak berbeda dengan tatanan pada rumah joglo pada umumnya.

Pada beberapa rumah joglo milik bangsawan atau orang yang mampu, sebuah langgar ( mushola ), didirikan di dalaman sebelah Barat pendapa. Demikian pula kehadiran sendang sering terdapat pada kompleks rumah joglo.

Rumah joglo berdenah bujur sangkar dengan 4 buah saka guru ada di tengah-tengah ruangan menyangga atap brunjung. Saka guru ini diberi hiasan, antara lain : hiasan prabha ( lingkaran sinar ), berbagai hiasan geometris antara lain tumpal, mirong, daun- daunan. Menurut Bapak Moh. Kamil, hiasan pada saka guru Bale Griyo Balerejo berupa condro sengkolo memet ( angka tahun yang disembunyikan dalam bentuk ukiran hiasan ).
Apabila benar demikian, maka angka tahun tersebut mungkin menunjuk pembangunan rumah tersebut.

Dari semua bagian rumah yang penting adalah keempat saka guru tersebut karena mengandung makna simbolik. Konsep jasad tradisional Jawa erat kaitannya dengan konsep pra-Islam, yang menggambarkan adanya konsep Dunia Besar ( makrokosmos ) yaitu alam semesta dan Dunia Kecil ( mikrokosmos ) yaitu dunia yang ada di sekitar hidup manusia, termasuk manusianya sendiri. Keduanya saling terkait, karena mikrokosmos adalah miniatur dari makrokosmos.

Persamaan antara mikrokosmos dan makrokosmos ini memunculkan pandangan adanya poros ( axismundi ) yang ada di titik pusat ( the center ) yang terdapat pada semua mikrokosmos. Titik pusat ini sangat penting, karena merupakan terpusatnya kekuatan ghaib dan kemudian menyebarkan kekuatan tersebut ke segala arah. Poros ( axismundi ) yang ada di titik pusat ini diwujudkan sebagai lambang-lambang tertentu, misalnya pohon, tiang, gunung, atap yang menjulang tinggi, tangga, spiral dan sebagainya.

Di samping itu terdapat pula kepercayaan adanya 3 dunia, yaitu Dunia Bawah ( dunia orang mati ), Dunia Tengah (dunia manusia ), dan Dunia Atas ( dunia dewa-dewa, nenek moyang dan pahlawan ). Ke 3 dunia ini membentuk 3 lapisan yang dihubungkan oleh suatu poros ( axismundi ). Dengan lain perkataan poros ini yang merupakan titik pusat kosmos, menembus dinding pemisah-pemisah 3 lapisan dunia tersebut di atas. Melalui poros dunia ini manusia dapat mengadakan hubungan dengan Dunia Atas dan Dunia Bawah ( Eliade, 1991 : 27-47 ).

Atap brunjung rumah joglo yang menjulang tinggi adalah lambang poros dunia ( axismundi ), sedangkan ke 4 saka guru merupakan lambang 4 mata angin yaitu : Utara, Selatan, Barat dan Timur. Menurut berbagai cerita dalam buku karangan Bapak. Moh. Kamil dan “ Kisah-Kisah Eyang Kita ‘, rumah yang sekarang dikenal sebagai “ Bale Griyo Balerejo “ dibuat oleh Kyai Mangunarso untuk Nyai Mangunarso.

Rumah berbentuk joglo sangat tepat untuk Nyai Mangunarso karena rumah joglo adalah rumah untuk kaum bangsawan dan bentuknya sangat mirip dengan rumah joglo di Keraton Surakarta. Namun Kyai Mangunarso kemungkinan juga membangun rumah tersebut untuk keturunannya, tetapi hal ini akan kita bicarakan kemudian.

Tidak ada komentar: