Halaman

PENELUSURAN

Minggu, 03 April 2011

EKSISTENSI PEMERINTAHAN SOENDA KETJIL. DALAM GEMA REVOLUSI NASIONAL 1945 - 1946. lanjutan 2

EKSISTENSI PEMERINTAHAN SOENDA KETJIL. DALAM GEMA REVOLUSI NASIONAL 1945 - 1946. lanjutan 2


Akan tetapi pendaratan awak kapal Belanda Abraham Grijns telah mengakibatkan insiden bendera di Pelabuhan Buleleng pada 27 Oktober 1945 yang menewaskan I Ketut Merta, seorang pemuda dari Singaraja. BKR kemudian diubah namanya menjadi Tentara Keamanan Rakjat ( TKR ) dengan komando sentral Soenda Ketjil di bawah komandan I Gusti Ngurah Rai pada 1 Nopember 1945. Tentara Sekutu mendarat di Pelabuhan Benoa pada 18 Februari 1946. Kedatangan mereka untuk memindahkan tawanan perang dan kaum interniran Sekutu, melucuti militer Jepang dan untuk memulihkan keamanan.

Oleh pemerintah RI di Soenda Ketjil kehadiran mereka disambut baik dan dijelaskan bahwa di Soenda Ketjil telah berjalan pemerintahan RI yang dipimpin oleh Gubernur Mr. Pudja. Suasana berubah ketika awak kapal Gajah Merah yang terdiri dari personil pemerintah sipil Hindia Belanda ( Nederlands Civil Administration: NICA) di bawah pimpinan Letkol. Inf. F.H. Ter Meulen mendarat di pantai Sanur pada 2 Maret 1946. Mereka menggantikan tugas tentara Sekutu. Tentara NICA segera menduduki kota Denpasar.

Keesokan harinya menduduki kota Gianyar yaitu pada 3 Maret 1946, Singaraja pada 5 Maret 1946 dan Negara pada 19 Maret 1946. Ketika mereka tiba di Singaraja, ibukota Propinsi Soenda Ketjil, mereka menamakan diri Pembesar AMACAB. Mereka ingin bertemu dengan pembesar-pembesar Pemerintah Nasional setempat yaitu Gubernur dan stafnya. Perundingan terfokus pada pembebasan tawanan Sekutu dan melucuti senjata militer Jepang serta sama sekali tidak menyinggung masalah-masalah politik pemerintahan. Setelah terjadi dialog antra pembesar - pembesar NICA dan RI,dan pemerintahan Soenda Ketjil sebagai bagian negara RI Proklamasi, ternyata tiba-tiba rumah kediaman Gubernur digrebek pada 11 Maret 1946. Gubernur Puja, Ketua KND I.B. Putra Manuaba dan Kepala jawatan Pajak Gusti Nyoman Wirya diangkut ke dalam jip militer, lalu dibawa ke Denpasar. Mereka ditangkap dan ditahan di Denpasar. Alasan penahanan karena ketertiban dan keamanan tidak tetjamin di Soenda Ketjil. Pemerintahan sipil dianggap tidak mampu mengendalikan situasi yang tidak aman, padahal NICA secara sengaja melumpuhkannya dengan terlebih dahulu mendekati raja-raja di Bali yang mau bekerja sama.

 Dalam situasi kondisi yang telah dilumpuhkan itu, rombongan I Gusti Ngurah Rai kembali dari Jawa dan mendarat di Yeh Kuning, Jembrana pada 4 April 1946. I Gusti Ngurah Rai kembali dari Jawa sebagai Komandan Tentara Republik Indonesia ( TRI ) Resimen Soenda Ketjil, dengan pangkat Letnan Kolonel. Sampai di Munduk Malang, Tabanan, I Gusti Ngurah Rai memimpin pertemuan dengan pemimpin-pemimpin pejuang lainnya untuk menyusun kekuatan mempertahankan pemerintahan Soenda Ketjil. Dalam pertemuan itu diputuskan untukmengadakan reorganisasi perjuangan dengan mempersatukan seluruh organisasi perjuangan yang ada di Soenda Ketjil dengan nama Dewan pimpinan Rakyat Indonesia ( DPRI ) yang dipimpin oleh I Gusti Ngurah Rai. DPRI adalah penggabungan dari PRI dan PESINDO di satu pihak dan TRI Soenda Ketjil di pihak lain. DPRI Soenda Ketjil adalah kesatuan ( resimen ) di bawah komando Markas Besar Umum ( MBU ). MBU membawahi Markas besar ( MB ) yang dibentuk di tiap-tiap daerah kerajaan menjadi komando lokal untuk menerima instruksi dari MBU di bawah pimpinan I Gusti Ngurah Rai.

Kesatuan militer pemerintahan Soenda Ketjil mewarnai perjuangan untukmempertahankan negara RI Proklamasi. Perjuangan mereka ditandai dengan peperangan selama berbulan-bulan ( April- November 1946 ), bergerilya, long march ke Gunung Agung. Perjuangan militer memuncak pada waktu meletusnya perang ” Puputan Margarana ”,Tabanan 20 November 1946. Meskipun pucuk pimpinan I Gusti Ngurah Rai bersama-sama puluhan pengikutnya gugur pada perang puputan itu, tetapi para pejuang lainnya yang masih hidup : Widjakusuma, Widjana, I.B. Tantera, Gusti Ngurah Mataram, I.B. tamu, Anang Ramli, Nengah Tamu ( Tjilik ), Subroto A.M., Nyoman Mantik, Nengah Pantjer, I. B. Kalem, Bayupati, Kompiang Sudjana dan lain-lainnya kemudian melamjutkan perjuangan bangsa Indonesia di Soenda Ketjil. DPRI melanjutkan perjuangannya di bawah pimpinan Widjakusuma meskipun wilayah Soenda Ketjil dibawah bayang-bayang kekuasaan Negara Indonesia Timur yang dilahirkan berdasarkan hasil Konprensi Denpasa pada 24 Desember 1946.


                                                               --- 000 ---


Tulisan ini kami salin dari makalah A.A. Bagus Wirawan, yang disampaikan oleh beliau dalam acara Diskusi Sejarah, Jurusan Sejarah Fak. Sastra Univ. Udayana dan Bali Post , Denpasar 15 Agustus 1995. Semoga beliau berkenan kami menyebar luaskan makalah tersebut.

posting using w.bloggar

Tidak ada komentar: